Muncul pertanyaan dari para penerjemah pemula maupun rekan-rekan yang berminat untuk menekuni bidang penerjemahan. Langkah-langkah apa yang diperlukan untuk menjadi penerjemah? Sulitkah untuk menjadi penerjemah?
Ketika saya remaja, ada seorang ahli bahasa memberi nasihat kepada saya. Pada waktu itu, saya belajar bahasa Inggris, Jerman, Belanda, Indonesia, dan Jawa dari beliau. Diantara bahasa- bahasa asing, sayangnya hanya bahasa Inggris saya yang terasah dalam pekerjaan sehari-hari semenjak mulai bekerja. Sekarang beliau telah tiada, namun saya selalu teringat karena nasihat tersebut terbukti benar; setidaknya untuk diri saya. Tulisan ini saya persembahkan untuk beliau.
Menurut beliau, untuk belajar bahasa asing, pertama-tama kita perlu memelajari kaidah-kaidah baku yang berlaku dalam bahasa tersebut beserta kelaziman penggunaannya. Kita perlu selalu mengasah dengan cara banyak membaca -termasuk tulisan berbahasa asing- dan mendengarkan percakapan penutur asli, menulis dalam bahasa ibu maupun asing, menghapalkan banyak kosakata dalam bahasa ibu maupun asing, memiliki berbagai kamus bahasa ibu maupun asing, terampil menggunakan kamus-kamus tersebut, dan banyak berbicara dengan para penutur asli dalam bahasa-bahasa yang dipelajari.
Banyak kamus dibutuhkan, antara lain kamus bahasa asing ke bahasa ibu dan sebaliknya, kamus dari bahasa ibu ke bahasa ibu, kamus dari bahasa asing ke bahasa asing yang sama, kamus idiom, kamus padanan kata (thesaurus), dan kamus istilah menurut bidang-bidang kerja atau yang ditekuni. Kecepatan dalam mencari lema merupakan tolok ukur dalam “melek kamus”. Sebenarnya, kecepatan dalam mencari lema dalam kamus tersebut dapat diperlombakan bagi kalangan siswa sekolah dasar atau menengah guna merangsang keterampilan mereka dalam berbahasa.
Saya masih ingat kata-kata yang bernada bercanda dari guru saya tersebut, yang ternyata merupakan salah satu kiat dalam belajar bahasa,” Keterampilan berbahasa tidak lebih dari memahami kaidah bahasa tersebut beserta kelaziman penggunaannya dan selebihnya bermain kata.” “Bermain kata” dapat dimaknai bahwa kosakata merupakan modal dalam berbahasa. Tiada cara lain, kecuali menghapalkan sebanyak-banyaknya kata (apabila belajar bahasa asing, berarti kata-kata dalam bahasa asing tersebut) semampunya, yang bertambah banyak dari hari ke hari. Yang paling tepat dalam menghapalkan ialah pada masa kecil sewaktu otak belum terpenuhi oleh bermacam hal. Rekaman ingatan pada masa kecil terbawa terus sampai seseorang dewasa.
Saya teringat ketika bertemu dengan guru saya. Acapkali beliau hanya bertanya apa arti satu atau dua buah kata. Hanya itu. Anehkah?
Untuk menjadi penerjemah, kelancaran berbicara bukanlah merupakan persyaratan. Akan tetapi untuk menjadi juru bahasa, tentu saja kelancaran berbicara disyaratkan.
Peristilahan dalam bidang yang diterjemahkan sangat penting untuk diperhatikan karena kata atau frasa yang sama memungkinkan berbeda makna dalam bidang-bidang lainnya. Demikian pula ragam bahasa yang diterjemahkan patut dicermati, apakah baku ataukah lainnya.
Penerjemahan merupakan keterampilan yang dapat dipelajari, baik di bangku sekolah/kuliah, pelatihan maupun belajar sendiri. Bukan berarti bahwa apabila telah menguasai bahasa asing, lalu seseorang otomatis mampu menjadi penerjemah.
Ada syarat mutlak yang tidak boleh dilupakan, yaitu memelajari kaidah-kaidah yang berlaku dalam bahasa sendiri beserta pernak-perniknya. Mengapa demikian? Dijumpai cukup banyak orang yang memiliki kemampuan bahasa asing tinggi, yang ditunjukkan dengan -misalnya apabila dalam hal bahasa Inggris- nilai TOEFL atau IELTS. Apabila menerjemahkan naskah dari bahasa Indonesia ke asing, kita boleh jadi patut mengacungkan jempol. Yang pasti, bukan jempol kaki karena justru merendahkan, bukan? Namun tatkala menerjemahkan naskah dari bahasa asing ke Indonesia, hasilnya kurang nyaman dibaca. Ibarat naik kendaraan di jalan yang banyak lubang atau polisi tidur.
Ada lagi cerita lain. Banyak rekan saya yang merupakan lulusan pasca sarjana dari mancanegara tampak kalah mutu terjemahannya dibandingkan dengan praktisi penerjemah yang hanya bergelar sarjana dalam negeri. Itu pun bukan sarjana sastra. Sekali lagi, kegiatan penerjemahan menuntut keterampilan dan bukan kemampuan berbahasa asing semata-mata.
Selain itu untuk menjadi penerjemah masa kini, persyaratan perlu ditambah dengan memiliki akses ke internet dan terampil memanfaatkannya. Sebagai contoh, bagaimana memanfaatkan jejaring penerjemah dalam rangka saling membantu mencari padanan kata-kata yang tepat dalam kaitan kalimat atau bidang tertentu. Atau memanfaatkan berbagai kamus online, mengunduh berbagai program kamus cuma-cuma, dan masih sangat banyak lagi manfaat internet.
Jadi, “sulitkah menjadi penerjemah?”.
Copyright © ProZ.com, 1999-2024. All rights reserved.